Pengertian Semen Dalam Konstruksi – Semen adalah salah satu material bangunan yang sangat penting keberadaannya dalam dunia konstruksi.
Hal ini dikarenakan semen memiliki fungsi merekatkan material berat seperti batu atau bata. Semen juga memiliki andil dalam memperkokoh konstruksi bangunan. Berikut ulasan lengkap terkaitnya.
Pengertian Semen Dalam Konstruksi Bangunan
Asal-usul Semen
Keberadaan semen sebagai material perekat telah ada dan dikenal sejak ribuan tahun silam. Nenek moyang di masa lampau mengaplikasikan material perekat ini untuk membangun bangunan kuno seperti candi dan tembok kota.
Semen purba itu merupakan campuran dari dua bahan yakni batu kapur, dan abu vulkanik yang melalui proses pembakaran sehingga menjadi zat aktif. Konon, kedua material tersebut pertama kali dijumpai di Pozzuoli pada masa Kerajaan Romawi. Oleh karenanya, semen juga disebut puzzolana.
Puzzolana ini dikenal sejak tahun 1100 sampai 1500 Masehi. Namun, runtuhnya Kerajaan Romawi membuat keberadaan puzzolana hilang. Hingga pada abad ke-18 John Smeaton membuat adukan yang terdiri dari batu kapur yang dicampur tanah liat untuk menara suar Eddystone, Cornwall, Inggris.
Karena Smeaton tidak mengajukan hak cipta, pemilik hak paten tersebut jatuh pada Joseph Aspdin pada tahun 1824. Temuan ini dipatenkan dengan nama “Semen Portland”. Di tahun 1845, hasil penelitian Isaac Johnson menyatakan bahwa temuan itu berperan dalam pengmbangan semen modern.
Semen pun mulai diproduksi sehingga banyak berdiri pabriknya di Eropa. Kemudian, pabrik semen pun mulai menyebar ke Negara jajahan Eropa yakni di Asia. Di Indonesia, pabrik semen pertama ada di Padang yakni milik NV. Nederlands Indische Portland Cement Maatschappij berdiri di tahun 1910.
Pengertian Semen
Di dalam KBBI Jilid V, semen didefinisikan sebagai adukan kapur dan lainnya yang berfungsi untuk merekatkan batu bata dalam proses membangun tembok. Semen adalah bahan perekat material batu yang sudah digunakan nenek moyang sejak zaman membangun piramida.
Semen sendiri dikatakan sebagai material hidrolis mengingat bahan tersebut akan bereaksi menjadi mengeras setelah dicampur air. Material hidrolis adalah sebutan untuk zat yang akan aktif apabila terkena air. Pada semen, zat tersebut bereaksi aktif dengan mengalami proses pengerasan.
Secara etimologi, istilah semen berasal dari kata “caementum” yang dalam bahasa latin memiliki arti memotong jadi bagian kecil tidak beraturan. Arti tersebut merujuk pada proses pengerasan material semen sehingga berfungsi sebagai perekat.
Bahan Penyusun Semen
Secara umum, semen menggunakan material utama seperti batu kapur, abu vulkanik, dan juga tanah liat. Di dalam material utama tersebut terkandung beberapa bahan kimia yang berfungsi sebagai zat aktif yang bereaksi dengan cara mengeras.
Bahan kimia penyusun semen ini diantaranya adalah kapur (CaO), dan Sulfur Trioksida (SO3). Senyawa lainnya meliputi Silika (SiO2), Alkali (K2O), Alumina (AL2O3), Iron Oxide (Fe2O3), dan Magnesium Oksida (MgO).
Bahan Baku Utama Semen
Bahan baku utama semen adalah batu kapur dan juga tanah liat. Batu kapur memiliki peranan sebagai sumber utama senyawa kalsium yang berperan penting bagi semen. Batu kapur yang murni biasanya berupa kalsit atau aragonite yang memiliki nama kimia CaCO3.
Di dalam proses membuat semen, CaCO3 ini nantinya akan berubah menjadi Kalsium Oksida (CaO) dan dolomite (CaMg(CO3)2). Berikutnya senyawa tersebut akan berubah menjadi kristal Magnesium Oksida (MgO) yang bebas atau disebutnya Periclase.
Tanah liat sendiri adalah material yang di dalamnya terkandung senyawa alumina (AL2O3), silica (SiO2) dan sedikit besi (Fe2O3), Selain itu, dengan jumlah yang sangat sedikit, di tanah liat juga kerap kali dijumpai senyawa alkali (K2O) yang bisa mempengaruhi kualitas semen.
Bahan Baku Penunjang Semen
Bahan baku penunjang ini diartikan sebagai suatu material mentah yang perlu ditambahkan apabila dijumpai kekurangan pada saat proses pencampuran. Oleh karena itu, bahan baku utama perlu dikoreksi dengan menambahkan beberapa komponen tambahan.
Bahan baku penunjang tersebut diantaranya silica (SiO2) dan besi (Fe2O3). Tanah liat umumnya memiliki senyawa besi dan silika yang sangat sedikit. Pasir silika akan ditambahkan jika senyawa Sio2 di tanah liat rendah. Begitu pula dengan pasir besi untuk menambahkan senyawa Fe2O3.
Bahan Tambahan Lainnya
Di dalam proses membuat semen juga terkadang ditambahkan beberapa material seperti gypsum (CaSO4.2H2O) dan fly ash atau abu terbang. Gypsum umumnya ditambahkan sebanyak 4 sampai 5 persen. Fungsi gypsum ini adalah sebagai retarder atau pengatur waktu pengikatan semen.
Material gypsum umumnya ditambahkan pada saat dilakukannya proses penggilingan klinker untuk menjadi semen. Sementara itu, abu terbang adalah sisa dari pembakaran batu bara pada boiler. Abu terbang ini dapat bereaksi dengan zat kapur di suhu ruangan dengan tambahan air untuk mengikat.
Pembuatan Semen
Pembuatan semen membutuhkan material batu kapur sebanyak 75 sampai 90 persen, dan tanah liat antara 7 hingga 20%. Sementara itu, bahan baku koreksi atau tambahan seperti silica dibutuhkan sebanyak 1 sampai 6 persen, dan pasir besi sebanyak 1 hingga 3 persen.
Tahap pertama adalah proses kering yakni penggilingan. Penggilingan merupakan proses memperkecil ukuran bahan baku sehingga menjadi lebih halus dan membentuk bubuk. Penggilingan diperlukan untuk memperluas permukaan material yang dapat mempercepat reaksi kimia klinkerisasi.
Selanjutnya, dilakukan pembentukan klinker melalui proses pembakaran. Bubuk bahan mentah diletakkan terpisah untuk kemudian dicampur dan ditujukan ke rotary tajam yang terdapat hasil klinker. Klinker berikutnya digiling dengan gypsum dan fly ash hingga menjadi semen.
Proses pembakaran tersebut meliputi tahapan preheater yakni pengeringan oleh kiln exhaust gas, dehidrasi, dan juga dekomposisi. Selanjutnya, dilakukan kinkerisasi atau pembakaran, dan terakhir adalah proses quenching atau pendinginan pada grate cooler.
Tahap berikutnya adalah penggilingan klinker yang dilakukan di roller press. Jika sudah halus, material pun akan disedot dan dipisahkan dengan udara untuk disimpan pada silo yang kedap udara. Setelah itu, barulah dilakukan pengantongan semen untuk kemudian dapat dipasarkan.
Leave a Reply